ead Senyum Mawar ~ KAPHA ACEH

Selasa, April 23, 2013

Senyum Mawar

oleh : Miftahul Silmi Ramadhani

BismilLah,. 

Senyum itu, senyum malu-malu yang khas, ingatkan aku pada secarik kisah, adakah?Pernahkah? Entahlah, kadang ragu tetap membayang namun tunggu, biar ku tatapsekali lagi.. mata yang berpijar cerah, senyum terukir tanpa beban sedikitpun,hati dengan kebeningan yang tercermin dalam gerak, bahasa yang mengalir seolah memberi kesan tersirat bahwa ia belum mengerti apapun, belum mengerti akan kekejaman dunia esok nanti. Benar, ku rasa aku tak salah, senyuman itu selaluserupa dimanapun, di belahan dunia bagian terujung sekalipun, inilah senyuman anak-anak. Pikiranku melambung pada Mawar, gadis kecil yang belum lagi sempat injakkan kaki pada fase puber sekalipun, gadis kecil yang tak pernah mengerti apapun seolah lembar kertas putih bersih penuh warna cerah tanpa titik hitam,namun…
Berdecak kesal sesaat setelah mendengar pemberitaan yang baru saja di sampaikan oleh salah seorang senior, benarkah hal itu terjadi? Atau hanya rekaan semata?Namun, siapa pula yang bersedia mengarang hal sekeji itu. Bagaimana tidak?Seorang gadis perempuan berusia 7 tahun yang baru saja mengenyam pendidikankelas 2 sd di cabuli oleh seorang guru agama yang cukup tenar di kampungnya. Pemikiranku seolah tak mampu berfikir bagaimana bisa guru agama yang telah sampai pada masa usia lanjutnya mampu menodai kesucian gadis kecil ini,mengoyak masa depan cerah gadis kecil ini dengan dosa yang jelas lebih iafahami di banding khalayak lainnya, bagaimana bisa? Apakah tak terbayang olehnya bagaimana bila hal tersebut menimpa salah satu sanak saudaranya?Bagaimana bila hal tersebut terjadi pada putri kandung atau cucu kandungnya sendiri? Apakah hal yang akan dilakukannya demi ‘mengutuk’ pelaku? Tidakkah pernah terpikir olehnya? Walaupun statusku sebagai mahasiswa psikologi, yang seharusnya lebih dapat menyelami berbagai faktor penyebab sehingga seseorang mampu melahirkan beberapa tindakan tertentu. Namun sungguh, untuk kejadian kali ini tak pernah terbesit sedikitpun dalam benakku. Beberapa teori yang telah kupelajari mengatakan bahwa individu yang telah berada pada fase usia lanjut seperti ini cenderung condong pada agama dalam arti melakukan hal-hal yangdapat menguatkan ruhaninya menghadapi kematian, namun mengapa realitas bertolak belakang? Akankah selalu begitu? Sepertinya teori-teori ini hanyalah karangan manusia semata, kamuflase yang mencoba menipu.


Mencari kebenaran yang kerap menganggu waktu lelapku, bersama beberapa rekan akhirnya aku dolan ke rumah gadis kecil yang akhirnya ku ketahui bernama Mawar. Angin mempermainkan jilbabku yang mengendarai sepeda motor sepanjang jalan, senja kali ini terasa terik, beberapa pohon rimbun terus saling mengejar tak sabar seolah tak pernah usai, memasuki perkampungan dengan beberapa rumah yang berbaris tak begitu rapi dan masjid sedangdalam tahap renovasi, kami memelankan laju motor. Tak terlalu jauh dari sana kami berhenti di depan rumah panggung sederhana dengan cat kuning yang mulai pudar, beringsut turun untuk lantas mengetuk pintu dan beruluk salam yang akhirnya membuahkan hasil, pintu mulai terbuka dan seraut wajah polos dengan senyum murninya menyambut

“wa’alaikumsalam,cari siapa ya?” tanyanya dengan mata bening yang tetap berpijar.

“Ibunya ada Dek?” Tanya Fahru salah seorang rekanku.

“siapaNak??” Tanya satu suara di belakang pintu, pintu terkuak lebar, seorang wanitaparuh baya, mungkin Ibunya, mana korban? Mataku mulai mencari ke dalam rumah,tak ada, apakah di kamar? Dapur? Kamar mandi? Rumah saudara?

“ooh,masuk masuk… ayo Mawar, di persilahkan masuk dulu Kakak-kakaknya, biar Ibu buatair dulu ke belakang.” Sambung wanita paruh baya tadi seraya berlalu ke baliktirai setelah mempersilahkan kami untuk duduk di atas tikar yang terbentang dalamrumah.

Aku terperangah, Mawar? Anak ini Mawar? anak ini korban kekerasan seksual?tangannya terulur mengajakku bersalaman setelah bersalaman dengan rekanku yang lainnya. Tetap dengan senyum yang terkembang di persilahkannya kami untuk duduk,sementara ia berlalu menyusul Ibunya ke dapur.

Takada lagi konsentrasi yang dapat menguasaiku, akhirnya dengan setengah hati kulalui percakapan dengan Ibu Mawar sementara Mawar terus berada di samping Ibunya, kadang memeluk Ibunya, kadang mencari tangan Ibunya dan kemudian mengenggamnya erat, dan tak jarang pula melambaikan tangan pada beberapa orang yang kebetulan lewat depan rumahnya. Mataku menggenang, hal-hal yang kerap kaliku lakukan saat bersama Mama.


Senyum Mawar saat melepas kami pulang kemarin terus terlukis semakin jelas dalam pikiranku yang akhirnya bertambah mengusik waktu lelapku, ku topang dagumenghadap jendela menatap langit, pikiranku mengawang pada senyum Mawar,

“entahlah Nak, Ibu juga bingung bakal gimana nanti Mawar di masa depan, pemikirannya belum lagi sampai ke sana, jadi dia tetap ceria seperti biasanya.” Jelas IbuMawar sendu.

Ya,Mawar tetap dengan senyum kanak-kanaknya, tak ingin ku pikirkan kapankah senyum itu akan berhenti dan mulai berganti dengan tetes penyesalan, tetes yang terjatuh dengan pemikiran, ‘mengapa harus aku? Dosa apakah yang telah kuperbuat pada masa itu? Masih adilkah Tuhan? Sengajakah Tuhan merusak mimpikudalam takdir-Nya?’ Titik bening terjatuh dalam diamku, akhirnya menangis keras,aku terluka, hatiku seolah tersayat silet tajam dan kemudian di siram airgaram, perih.

“Ki..kenapa? Mama boleh masuk?” lembut suara Mama terdengar di balik pintu, kubukakan pintu kamar lantas duduk di pinggir kasur, Mama mengunci pintu lantasperlahan mulai mendekat.

“kenapa sayang? Apa yang udah menganggu pikiran Kiki? Siapa yang udah buat anak Mama nangis kaya gini?” Tanya Mama seraya membelai ikal rambutku.

“Mamaa..”ku peluk Mama erat seolah tak akan pernah melepasnya lagi. Mama tetap membelai rambutku, membuatku semakin terhanyut dalam tangis.

Dengan terisak-isak akhirnya ku ceritakan tentang Mawar pada Mama, Mama tak berucapapapun, hanya mendengarkanku.

“Kiki nggak mau senyum Mawar hilang Ma, Kiki nggak mau Mawar menyesali dirinya sendiri nanti, Kiki nggak mau Mawar nyalahin Allah atas takdirnya yang sepertiini Ma..” pelan suaraku akhirnya.

Angin malam berhembus lembut di balik tirai kamar, cahaya bulan sedikit meredup,binatang malam bernyanyi tanpa semangat seperti malam-malam sebelumnya.

“Mama bangga sama anak Mama yang udah sejauh ini mikirin orang lain, Mama bangga sama Kiki, anak Mama.” Mama menghela nafas panjang “ tapi sayang, senyum Mawar nggak akan hilang saat dia tahu kalau ada yang udah dukung dia setelah di dzalimi,bantu dia untuk memperjuangkan haknya dalam ranah hukum, Mawar nggak akanmenyesali dirinya sendiri karena dia tau bahwa dia udah dibantu untukmenghentikan terjadinya kedzaliman serupa pada Mawar Mawar yang lainnya, diatidak akan menyalahkan Allah atas takdirnya yang seperti ini, dia insya Allahakan dapat dengan ikhlas menerima setelah dia tahu bahwa kejadian dalamhidupnya inilah yang sudah mencegah terjadinya kejadian serupa di kemudianhari, kejadian inilah yang membuat banyak orang termasuk anak Mama yangberjuang untuk tetap mempertahankan senyum Mawar.” Lanjut Mama sembari mengenggam tanganku hangat.

Benar kata Mama, banyak orang dan seharusnya semua orang, bertugas untuk mempertahankan senyum kanak-kanak, senyum indah penuh dengan keoptimisan demi kecerahan masa depan, karena anak-anak adalah orang-orang yang kelak akan memimpin dunia ini, anak-anak adalah orang-orang yang seharusnya lebih dapat didengarkan, di lindungi dan di hargai, karena masa depan dunia ini seluruhnya bergantung pada pundak mereka, pada senyum mereka hari ini, esok dan lusa.

aLhamdulilLah.. 

awaL 23 apriL 2013, 01.23

0 Komentar:

Posting Komentar