ead Cerita awal paska gempa gayo 2 ~ KAPHA ACEH

Kamis, Juli 11, 2013

Cerita awal paska gempa gayo 2

Foto : www.atjehpost.com

COPAS
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG mencatat, gempa yang terjadi pukul 14.37 WIB itu adalah jenis gempa darat. Meski “hanya” berkekuatan 6,2 skala richter, gempa itu menimbulkan kerusakan karena kedalamannya hanya 10 kilometer di bawah permukaan bumi.

Gempa darat berbeda dengan gempa yang terjadi saat gempa dan tsunami menewaskan ratusan ribu orang pada 26 Desember 2004. Gempa di dataran tinggi Gayo ini, serupa dengan yang terjadi di Mane, Tangse, awal Januari lalu.

Peneliti Geo Hazard Tsunami & Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah, Ibnu Rusdy mengatakan, saat tsunami gempanya bersumber di laut. Sedangkan yang terjadi di Tangse dan Bener Meriah, bersumber di darat dan berada di segmen Aceh dari Sesar Sumatera.

Untuk kawasan Aceh, kata Ibnu, terdapat tiga Segmen Sesar Sumatera, di antaranya Segmen Tripa, Segmen Aceh, dan Segmen Seulimum.

Menurut Ibnu, sejak 1892 telah terjadi 23 kali gempa darat atau sesar di atas 6Mw di sepanjang Sesar Sumatera. Pada Segmen Seulimum, kata Ibnu, pernah terjadi gempa pada 1964 dan 1975, sedangkan untuk segmen Aceh, kata dia, sangat jarang terjadi.

Ketika terjadi gempa Tangse awal Januari lalu, kata Ibnu, di sepanjang Sesar Sumatera saat ini ada beberapa seismic gap atau kawasan yang jarang terjadi gempa. “Untuk segmen Aceh tidak pernah terjadinya gempa ini harus kita waspadai karena pada segmen ini ada energi yang belum lepas.”

Peneliti Geo Hazard TDMRC Unsyiah yang lain, Didik Sugiyanto mengatakan, sepanjang Sumatera, mulai dari Banda Aceh sampai Lampung, terdapat patahan atau rekahan yang mengalami pergeseran berkisar mulai dari beberapa milimeter hingga ratusan meter.

Menurut Didik, patahan Sumatera yang oleh beberapa ahli dibagi kepada 19 segmen mempunyai banyak sumber gempa. Faktornya karena posisinya dekat dengan jalur tabrakan dua lempeng bumi, yaitu lempeng samudera dan lempeng benua.

Lempeng samudera menujam ke lempeng benua. Bagian lempeng ini merekat kuat pada bebatuan. Penambahan tekanan dari waktu ke waktu, kata Didik, bakal melampaui daya rekat kedua lempeng itu.

“Ibarat pegas raksasa yang sudah ditekan maksimal dan kemudian dilepaskan akan menyebabkan guncangan bumi yang keras,” ujar Didik kepada The Atjeh Times, Jumat pekan lalu.

Gempa Gayo, kata Didik, walaupun secara magnitude kecil, tetapi karena kedalamannya yang dangkal telah menyebabkan banyak terjadi kerusakan. Ditambah lagi dengan struktur tanah yang relatif lunak sehingga gempa mengakibatkan longsor seperti di Kampung Serempah. “Struktur batuan di permukaan yang keras sedikit banyaknya bisa meredam goyangan dari gempa itu sendiri, dan begitu juga sebaliknya,” katanya.

Berpijak dari sini, Didik berpendapat pada hakikatnya gempa terjadi secara alamiah, tetapi yang kerap memakan korban adalah struktur bangunan. Sebagai bentuk antisipasi, ia menyarankan adanya sosialisasi struktur bangunan sesuai dengan daerah rawan potensi gempa.

Apalagi, kata Didik, selain tiga segmen di Aceh, masih ada patahan-patahan kecil yang belum terdeteksi dengan baik. “Namun untuk memastikan secara detail, mesti diadakan penelitian lebih lanjut.”() Sumber ; www.atjehpost.com

0 Komentar:

Posting Komentar