Setiap terjadi
kekerasan yang dilakukan oleh anak banyak pihak yang menuding tayangan TV
sebagai biang keladinya.
Gak salah sih,
karena memang itu salah satu penyebabnya, tapi ga langsung jadi bener juga
tudingan itu.
Padahal menonton
TV itu pilihan, kita bebas mau menonton TV atau tidak. Tidak ada paksaan koq.
Masih banyak
aktivitas lain yang bisa dilakukan tanpa TV. Itu semua hanya soal kebiasaan.
Bahas sedikit
tentang TV ya. Di dunia pertelevisian ada dua skema umum : Free to Air (FTA)
dan Pay TV.
FTA bebas
mengudara, orang2 bebas nonton, dibiayain oleh pengiklan, contentnya suka2 yang
punya TV.
Pay TV hanya bisa
di tonton oleh orang yang berlangganan, contentnya selektif dan fokus, ga pake
iklan.
Di indonesia yang
paling populer adalah TV Free to Air (FTA), Pay TV belom begitu memasyarakat.
Mungkin karena
selain masih mahal, mindset masyarakat masih seperti : kalo ada yang gratis,
kenapa mesti pilih yang bayar
Celakanya yang
gratis inilah yang paling merusak. Acaranya didominasi content kekerasan, seksualitas,
dan gosip.
Ditambah lagi
dengan iklan-iklan yang mendorong masyarakat ke arah konsumerisme, gaya hidup
hedon.
Masyarakat kita
dirusak oleh “kebiasaan nonton TV” yang buruk bukan oleh “tayangan TV” yang
buruk.
We can always
choose what’s best for us. Don’t let anyone chose it for us.
Masyarakat yang
cerdas adalah masyarakat yang mampu memilih apa yang terbaik untuk mereka
sendiri.
Makanya kenapa di
negara2 barat sonoh, yang laku adalah tipi berbayar. Tipi yang
nontonnya bayar. Free to air mah kagak laku.
Mereka sadar
banget dan ga mau di kibulin ama yang punya TV. Prinsipnya gw milih nonton apa
yang gw suka. Dan gw ga suka tayangan sampah.
Yuk kita cerdas
dan dewasa dalam menyikapi tantangan hidup. Termasuk memilih tayangan TV
As for me. I
turned off my FTA TV, watch it occasionally and have a selective pay TV, which
i also watch occasionally. ;)
Daripada TV,
mendingan guling2an sama anak dan istri/suami di kasur. Jauh lebih seru.
Good morning,
have a nice day
0 Komentar:
Posting Komentar