ead Cerita gempa Gayo ( The Atjeh Times ) ~ KAPHA ACEH

Kamis, Juli 11, 2013

Cerita gempa Gayo ( The Atjeh Times )

Foto paska gempa gayo www.atjehpost.com

PEMANDANGAN itu begitu menggetarkan: separuh isi Kampung Serempah, Ketol, Aceh Tengah, amblas ditelan bumi. Desa di atas bukit itu terkoyak, lalu runtuh. Di bagian atas, kini membentang sebuah tebing baru. Padahal, dulunya di sana berdiri rumah-rumah warga. Di bibir tebing baru itu, sebuah rumah tinggal separuh: tiang berandanya menggantung di bibir tebing, sementara ruang tamunya masih utuh mencengkeram tanah.

Nun di bawah sana potongan atap rumah tertahan di kemiringan tebing. Di sekelilingnya peralatan rumah tangga sebagian terkubur tanah. Bila dilihat dari arah berseberangan, tebing tadi bak sisi sebuah kuali yang diameternya mencapai satu kilometer. Sebuah lubang besar kini telah terbentuk di Kampung Serempah.

Serempah adalah salah satu daerah terparah menerima dampak gempa Selasa siang pekan lalu. Kampung di daerah penghasil tebu itu berjarak sekitar 30 kilometer dari Takengon, Ibu Kota Aceh Tengah. Berada tak jauh dari Krueng Peusangan, kampung itu lebih tinggi dari permukaan sungai. Camat Ketol, M. Saleh, Rabu pekan lalu mengatakan, saat longsor terjadi, air sungai juga menyapu rumah-rumah warga yang amblas ke sisi tebing.

Tim Brimob Polda Aceh yang datang membantu evakuasi para korban ternganga setiba di sana. “Desa itu terbelah, sebagian rumah penduduk di Serempah sudah ditelan bumi. Nggak nampak lagi rumahnya,” ujar Komandan Kompi 4 Detasemen B Brimob Polda Aceh, Inspektur Satu Iswahyudi kepada The Atjeh Times, Rabu pekan lalu.

Tim Brimob sudah berupaya memasuki desa itu sejak hari pertama bencana. Namun karena lokasi terhadang longsor, mereka baru tiba di Serempah pada Rabu pagi. Tim lalu mengevakuasi sebagian warga yang selamat ke posko pengungsian di Blang Mancung dan Kute Gelime, Kecamatan Ketol.

Gempa tak hanya mengguncang Aceh Tengah, tapi juga merontokkan sejumlah bangunan di kabupaten sebelahnya, Bener Meriah. Lokasi kedua kabupaten ini dekat dengan titik gempa.

Hingga Kamis pekan lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB melansir jumlah korban meninggal dunia mencapai 35 orang: 9 orang di Bener Meriah dan 26 orang di Aceh Tengah. Selain itu ratusan orang luka-luka dan sejumlah bangunan rusak.

Korban meninggal ada yang tertimbun longsor bahkan tertimpa bangunan. Kini korban dirawat di beberapa rumah sakit dan Puskesmas di kedua kabupaten itu. Di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon, yang juga terkena dampak gempa, pasien bahkan harus dirawat di lorong-lorong rumah sakit. Ada juga korban yang dirujuk ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh. Umumnya korban patah tulang.

***


BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG mencatat, gempa yang terjadi pukul 14.37 WIB itu adalah jenis gempa darat. Meski “hanya” berkekuatan 6,2 skala richter, gempa itu menimbulkan kerusakan karena kedalamannya hanya 10 kilometer di bawah permukaan bumi.

Gempa darat berbeda dengan gempa yang terjadi saat gempa dan tsunami menewaskan ratusan ribu orang pada 26 Desember 2004. Gempa di dataran tinggi Gayo ini, serupa dengan yang terjadi di Mane, Tangse, awal Januari lalu.

Peneliti Geo Hazard Tsunami & Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah, Ibnu Rusdy mengatakan, saat tsunami gempanya bersumber di laut. Sedangkan yang terjadi di Tangse dan Bener Meriah, bersumber di darat dan berada di segmen Aceh dari Sesar Sumatera.

Untuk kawasan Aceh, kata Ibnu, terdapat tiga Segmen Sesar Sumatera, di antaranya Segmen Tripa, Segmen Aceh, dan Segmen Seulimum.

Menurut Ibnu, sejak 1892 telah terjadi 23 kali gempa darat atau sesar di atas 6Mw di sepanjang Sesar Sumatera. Pada Segmen Seulimum, kata Ibnu, pernah terjadi gempa pada 1964 dan 1975, sedangkan untuk segmen Aceh, kata dia, sangat jarang terjadi.

Ketika terjadi gempa Tangse awal Januari lalu, kata Ibnu, di sepanjang Sesar Sumatera saat ini ada beberapa seismic gap atau kawasan yang jarang terjadi gempa. “Untuk segmen Aceh tidak pernah terjadinya gempa ini harus kita waspadai karena pada segmen ini ada energi yang belum lepas.”

Peneliti Geo Hazard TDMRC Unsyiah yang lain, Didik Sugiyanto mengatakan, sepanjang Sumatera, mulai dari Banda Aceh sampai Lampung, terdapat patahan atau rekahan yang mengalami pergeseran berkisar mulai dari beberapa milimeter hingga ratusan meter.

Menurut Didik, patahan Sumatera yang oleh beberapa ahli dibagi kepada 19 segmen mempunyai banyak sumber gempa. Faktornya karena posisinya dekat dengan jalur tabrakan dua lempeng bumi, yaitu lempeng samudera dan lempeng benua.

Lempeng samudera menujam ke lempeng benua. Bagian lempeng ini merekat kuat pada bebatuan. Penambahan tekanan dari waktu ke waktu, kata Didik, bakal melampaui daya rekat kedua lempeng itu.

“Ibarat pegas raksasa yang sudah ditekan maksimal dan kemudian dilepaskan akan menyebabkan guncangan bumi yang keras,” ujar Didik kepada The Atjeh Times, Jumat pekan lalu.

Gempa Gayo, kata Didik, walaupun secara magnitude kecil, tetapi karena kedalamannya yang dangkal telah menyebabkan banyak terjadi kerusakan. Ditambah lagi dengan struktur tanah yang relatif lunak sehingga gempa mengakibatkan longsor seperti di Kampung Serempah. “Struktur batuan di permukaan yang keras sedikit banyaknya bisa meredam goyangan dari gempa itu sendiri, dan begitu juga sebaliknya,” katanya.

Berpijak dari sini, Didik berpendapat pada hakikatnya gempa terjadi secara alamiah, tetapi yang kerap memakan korban adalah struktur bangunan. Sebagai bentuk antisipasi, ia menyarankan adanya sosialisasi struktur bangunan sesuai dengan daerah rawan potensi gempa.

Apalagi, kata Didik, selain tiga segmen di Aceh, masih ada patahan-patahan kecil yang belum terdeteksi dengan baik. “Namun untuk memastikan secara detail, mesti diadakan penelitian lebih lanjut.”

***

WAKIL Bupati Aceh Tengah Khairul Asmara mengatakan, Ketol salah satu lokasi terparah dampak gempa. Ketol memiliki kampung antara lain Bah, Belang Mancung, Bintang Pepara, Burlah, Butter, Cang Duri, Gelumpang Paying, Kala Ketol, Karang Ampar, Kekuyang, Kute Gelime, Pantan Penyi, Pantan Reduk, Pondok Balik, Rejewali, dan Serempah.

Dulu Ketol hanyalah sebuah dusun yang berada dalam lingkaran Kecamatan Silih Nara. Kecamatan ini merupakan kawasan pegunungan dan lembah yang dipenuhi berbagai tanaman kopi, padi, tebu, dan aneka sayuran. Seorang seniman Gayo, Syech Midin, bahkan menciptakan lagu berjudul Silih Nara untuk menggambarkan keindahan tempat itu.

Di dalam administrasi Silih Nara terdapat beberapa perkampungan "kaya" di Aceh Tengah, seperti Lukup Sabun, Belang mancung, Angkup, dan Celala. Dari desa terakhir ini ada jalan yang bisa tembus menuju Nagan Raya.

Ketol lalu dimekarkan menjadi kecamatan. Pada awal 1980-an, Ketol menjadi primadona ekonomi. Di kawasan ini berdiri pabrik tebu bernama Pabrik Gula Mini. Peresmian pabrik yang berada di perbatasan Aceh Tengah dan Bener Meriah ini, dilakukan Presiden Soeharto. Hasilnya, kawasan ini pun terkenal sebagai kota tebu.

Namun pabrik hanya bertahan beberapa tahun. Produksi gula putihnya kalah pamor dibandingkan gula pasir yang diproduksi di Medan, Sumatera Utara. Pabrik pun tutup.

Namun petani tebu tetap berjaya. Mereka bisa menjual tebu ke Medan atau mengolahnya menjadi gula merah. Ketol tetap menjadi pemasok Pendapatan Asli Daerah terbesar dari seluruh kecamatan di Aceh Tengah.

***

HINGGA hari ketiga pascagempa Jumat pekan lalu, solidaritas mengalir ke Gayo. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan instansi terkait untuk mengupayakan penyelamatan korban gempa.

Presiden juga menyampaikan, satu helikopter TNI Angkatan Udara yang semula dipakai untuk operasi asap di Pekanbaru telah dialihkan ke Aceh untuk keperluan penanggulangan bencana.

Dua menteri juga bergerak menuju Bener Meriah dan Aceh Tengah. Mereka adalah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dan Menteri Sosial Salim Segal Al Jufri. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional Syamsul Maarif juga ikut serta.

Kepada pengungsi, Agung Laksono mengatakan untuk tidak ragu meminta bantuan medis jika ada yang menderita luka karena semua biaya ditanggung pemerintah. "Pemerintah akan tetap membantu masyarakat. Yang penting masyarakat jangan panik," kata Agung Laksono.

Ia juga meminta Dinas Sosial Aceh untuk segera mengganti tenda terpal yang dipakai masyarakat dengan tenda yang layak yang dimiliki Dinas Sosial Aceh.

Dari ibu kota provinsi yang berjarak sekitar tujuh jam perjalanan dengan mobil, Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan sejumlah pimpinan legislatif Aceh juga berkunjung ke Gayo. Gubernur menetapkan status darurat kemanusiaan, meminta aparatur pemerintah bahu-membahu membantu korban gempa.

Selain itu, berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa juga membuka posko untuk mengumpulkan bantuan ke Gayo. Kamis pekan lalu misalnya, Aliansi Remaja Peduli Gayo di Lhokseumawe menggelar orkes puisi jalanan di Taman Riyadhah. Aliansi ini terdiri dari Komunitas Lazuardi, Aliansi Peduli HIV/AIDS, Club 25, Teater Pasee Unimal, dan komunitas lainnya.

Selain membaca puisi, Aliansi juga memainkan rapa-i diiringi teatrikal seorang peraga yang tubuhnya dicat warna hitam dan putih. Ia juga ikut meminta sumbangan dari setiap warga yang datang ke Taman Riyadhah dan yang melintas depan taman tersebut.

“Kami ingin melakukan penggalangan dana dengan cara berbeda melalui orkes puisi jalanan ini. Menjual jasa kami dengan cara membaca puisi, sambil memohon bantuan sekaligus menghibur warga. Ini wujud solidaritas kami,” ujar Dara, koordinator pelaksana.

Aksi berlangsung satu jam. Sebelum membaca puisi, mereka menggalang dana dengan cara mendatangi rumah penduduk, perkantoran, perbankan, serta pertokoan di Lhokseumawe. Dana yang terkumpul akan disalurkan ke lokasi bencana. Selain uang, mereka juga menerima bantuan buku tulis, bacaan, serta pakaian layak pakai. “Harapan kami mudah-mudahan semua ini bermanfaat dan bisa membantu korban yang tertimpa musibah di sana,” ujar Dara.

Aksi galang buku juga dilakukan Toko Gudang Buku di Darussalam, Banda Aceh. Pemilik Gudang Buku, Arabiyani, mengatakan lelang buku dilakukan dengan dua cara. Pertama, buku akan diunggah ke laman Facebook Gudang Buku Murah Mantab.

Para pembeli bisa langsung bertransaksi dengan membubuhkan komentar pada gambar buku dengan label khusus. “Mereka yang menawar dengan harga tertinggi pada setiap bukunya, maka dia berhak mendapatkan buku setelah terlebih dahulu membayar," ujar Arabiyani kepada The Atjeh Times, Jumat pekan lalu.

Sedangkan cara pelelangan yang kedua, para mahasiswa bersama relawan KontraS Aceh dan anggota Komunitas Gudang Buku akan membuka tenda di depan toko. Dalam acara itu akan dilakukan pementasan musik untuk menarik minat para peserta lelang.

Selain itu, para pedagang kecil di Banda Aceh yang tergabung dalam Persatuan Persaudaraan Pedagang Pasar Aceh juga tak mau ketinggalan. Mereka ikut membuka posko bantuan di beberapa pasar di Banda Aceh. Posko dibuka sejak Kamis pekan lalu. Para pedagang pasar Aceh ini mengajak pedagang dan masyarakat menyumbang dalam bentuk logistik, barang, ataupun uang.

Bantuan juga disalurkan Rumah Zakat Cabang Aceh. Lembaga ini membawa 500 paket kornet Superqurban untuk korban gempa. Selain itu, mereka juga menyalurkan 50 pak pampers, 50 kilogram gula, empat lusin salap gatal, dan minyak kayu putih. “Kami juga menyalurkan 50 kaleng susu kental manis dan 50 kelambu,” ujar Branch Manager Rumah Zakat Aceh, Riadhi.

Komite Peralihan Aceh dan Partai Aceh juga membentuk tim relawan untuk diterjunkan ke lokasi bencana di Bener Meriah dan Aceh Tengah. “Mereka kita tugaskan untuk menolong korban dan membawa bantuan,” kata Wakil Ketua Umum Partai Aceh, Kamaruddin Abubakar, yang akrab disapa Aburazak.

Menurut Aburazak, seluruh jaringan KPA dan PA di seluruh daerah Aceh sudah dikontak untuk turun tangan membantu musibah gempa yang menelan korban puluhan jiwa dan ratusan luka-luka itu. “Nanti KPA yang menjadi motor penggerak untuk ke lapangannya,” ujar Aburazak.

Hingga Jumat pekan lalu, ada beberapa daerah yang terkena gempa belum mendapatkan bantuan, misalnya korban gempa di Desa Ratawali Kecamatan Kute Panang, Aceh Tengah. Sejak hari pertama bencana, mereka belum mendapatkan bantuan apa pun. “Saat ini yang kami butuh adalah beras, stok beras kami sudah habis," ujar seorang warga Ratawali, Kleton.

Selain beras, kata dia, warga di Ratawali juga membutuhkan air bersih, logistik makanan, dan tenda. "Saat ini kami tinggal di depan rumah masing-masing dengan tenda darurat."

***


JUMAT sore pekan lalu, jalan menuju Kampung Serempah di Ketol sudah ditutup. Fotografer The Atjeh Times di lokasi bencana, Khairi Tuah Miko melaporkan, alasan pemerintah setempat menutup akses untuk menghindari penjarahan.

Sebagian besar warga belum mengambil harta benda mereka yang tertimbun di bawah reruntuhan rumah. Lagi pula, tak jauh dari tebing itu, retakan-retakan kecil mulai menjalar. Serempah kini tak layak lagi huni. Satu kampung terhapus dari peta Aceh tengah. Daerah penghasil kopi yang produknya dipakai gerai waralaba kopi dunia Starbuck itu kini sedang berduka. Ladang-ladang kopi kini sepi, seolah tak bertuan. []
Sumber : www.atjehpost.com/The Atjeh Times

0 Komentar:

Posting Komentar