ead Kebangkitan Pendidikan Indonesia ~ KAPHA ACEH

Kamis, September 05, 2013

Kebangkitan Pendidikan Indonesia

Kapha Aceh
Oleh : Arbai
Kamis, 5 September 2013

Membenahi secara berkesinambungan sistem pendidikan yang telah berjalan haruslah menjadi satu agenda utama pemerintahan yang sedang berkuasa. Karena, sejatinya pendidikan bukanlah melulu sekadar memberikan keterampilan kepada anak didik untuk pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, papan dan sandang) melalui pelatihan. Pendidikan juga bukan sekedar mengajarkan anak benar atau salah. Namun, lebih dari itu pendidikan adalah sebuah strategi membangun sebuah peradaban bangsa dengan cara memberikan kesadaran moral dan nilai bagi kehidupan anak ke depan. Pendidikan adalah proses investasi jangka panjang dalam bentuk human investment, modal penting dalam pembangunan suatu bangsa. Perselingkuhan antara kekuasaan dan kapitalisasi pendidikan mengarah pada kecenderungan politisasi pendidikan. 

Akibatnya, pendidikan lepas dari fungsi utama dan akhirnya terkebiri tujuan pendidikan itu sendiri. Memosisikan pendidikan sebagai sebuah strategi pembangunan peradaban bangsa berarti proses ini melibatkan seluruh elemen masyarakat. Pendidikan bukan hanya urusan sekolah, tetapi juga keluarga, organisasi atau perkumpulan sosial dan masyarakat. (Mushthafa, 2013: 10) Pendidikan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, harus ada partisipasi berbagai kalangan untuk menggapai cita-cita mulia pendidikan. Masyarakat dan tokoh-tokoh yang didukung rakyat telah menyadari pentingnya fungsi pendidikan itu. Bahwa pendidikan adalah hak seluruh rakyat Indonesia telah termaktub dalam UUD 1945. Bangsa Indonesia sudah bertekad bulat untuk membawa Indonesia keluar dari belenggu pendidikan.

Perjalanan panjang yang telah ditempuh dalam membangun pendidikan berkeadaban telah menunjukkan titik terang dan harapan baru. Namun, masih juga ada kesemrawutan dan hal-hal yang harus dibenahi berkaitan pengelolaan pendidikan yang bebas dari berbagai kepentingan. Kurikulum 2013, yang menarik ditelisik, mengapa saat anggaran dalam APBN yang begitu besar tercurah pada pendidikan, pada saat itu pula mutu pendidikan tidak semakin membaik? Kualitas pendidikan cenderung stagnan dan bahkan banyak terjadi penyelewengan hingga membuat para pemerhati pendidikan gelisah. Kegelisahan tentang pengelolaan pendidikan ini telah berulang kali disuarakan. Beragam pendapat menyuarakan bahwa pendidikan kita akhir-akhir ini cenderung dicemari kebijakan 'liar'.

Ada tarik-menarik kepentingan dan campur aduk kepentingan politik praktis dalam kebijakan pendidikan. Terlalu banyak campur tangan yang bermain dalam kebijakan. Seperti, yang saat ini diributkan, Kurikulum 2013. Ada kesan pemaksaan bahwa Kurikulum 2013 harus diterapkan, sebagai buah karya pemerintahan dalam upaya membuat perubahan. Lalu, pendidikan kita sering kali juga dicemari pemikiran kotor yang tujuannya bukan murni untuk memajukan pendidikan itu sendiri. Namun, ditengarai sebagai lahan basah untuk 'bancakan' korupsi. Seperti dikutip di media massa bahwa objek korupsi terbesar dana pendidikan ada pada dana alokasi khusus yang ditransfer ke daerah dan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Jadi inilah mengapa mutu pendidikan kita tidak beranjak maju atau stagnan. Karena, berbagai pihak yang telah diserahi tugas sebagai orang yang berkewajiban menggelola pendidikan lebih tertarik membicarakan uang atau proyek daripada bagaimana meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Maka, tidaklah salah jika pendidikan kita terus terlilit masalah. Tidak cukup hanya sampai di situ, para pihak yang diserahi tugas mengelola pendidikan apabila dituding gagal dalam mengangkat mutu pendidikan akan melakukan pembelaan diri. Dengan berbagai cara, satu di antaranya dengan berwacana. Namun, sayangnya wacana tetaplah wacana tanpa ada realisasinya.

Tak heran kalau Mohammad Abduhzen menyebutnya orang seperti ini tergolong hipokrit karena mereka bertindak tidak sesuai ucapan: berbicara hal baik, tetapi tidak mempraktikkannya (Pendidikan Kaum Hipokrit). Melihat kondisi pendidikan kita sekarang ini, maka dibutuhkan kemampuan yang handal dan terampil, disertai niat ikhlas untuk bekerja dalam mengelola pendidikan. Agar kebijakan yang dibuat benar-benar sesuai peruntukkannya. Termasuk didalamnya pengelolaan anggaran pendidikan. Sehingga sasaran kegiatan pendidikan akan tercapai dan terarah. Artinya, diperlukan orang-orang yang mampu menciptakan public value, meminjam istilahnya Bryson (2004) yang berupaya menghasilkan inisiatif, kebijakan dan program untuk memajukan pendidikan dengan biaya yang logis. Public value juga berarti perubahan yang dilakukan oleh institusi pengelola pendidikan untuk memberikan efek atau dampak di masa depan dan lebih baik. Kemudian, program pengembangan kebijakan pendidikan hendaknya juga lebih bersifat antisipatif, yaitu pendidikan yang bisa menjawab tantangan masa depan.

Agar generasi emas yang telah dicita-citakan tidak terseok-seok dalam mengarungi derasnya kompetisi di masa datang. Kebijakan yang antisipatif dan mampu menjawab kebutuhan ke depan bisa terealisasi jika ada komitmen yang kuat dari pemegang otoritas pendidikan dengan didukung oleh berbagai kebijakan yang fokus dan konsisten. Sebagai penutup, jika pemerintahan saat ini ingin dikenang dengan manis dalam catatan sejarah dan ingatan masyarakat maka berbuatlah yang terbaik bagi pendidikan. Inilah saatnya untuk bangun dari tidur panjang dan keluar dari keterpurukkan.

Penulis adalah pendidik, penerima beasiswa S2
Kemendiknas di MM UGM, program studi Manajemen Kepengawasan
dan Kependidikan.

0 Komentar:

Posting Komentar